Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab klaim-klaim atau tuduhan negatif yang dilontarkan terhadap sayyidina Muawiyah. Beliau dianggap sebagai sumber kekacauan dalam islam, sebagai aktor antagonis dalam panggung sejarah Islam, yang itu semua hanya karena salah dalam memahami dan menyikapi sejarah konflik dengan sayyidian Ali. Padahal setelah dirujuk kepada buku sejarah yang terpercaya, pendapat ulama terkemuka dan mayoritas umat, sejarah tentang Muawiyah tidaklah seburuk cerita yang diada-adakan itu, bahkan banyak sekali kelebihan dan keutamaan Muawiyah. Apalagi yang menjadi objek pembahasan disini adalah sahabat-sahabat Rasulullah yang mulia, yang keutamaannya masing-masing telah disebutkan secara langsung oleh Rasulullah sendiri. Secara akal sehat tidak mungkin mereka seaneh dan seburuk tuduhan itu. Manipulasi sejarah semacam ini bisa berdampak sangat berbahaya bagi umat Islam sendiri, yang sudah menganggap Islam begitu kacau di awal perkembangannya, dan juga bisa menjadi senjata bagi musuh-musuh Islam yang ingin merusak Islam melalui paham sejarah yang keliru ini. Maka artikel ini mencoba untuk memberi pemahaman yang lurus dan benar mengenai siapa Muawiyah sebenarnya dan bangaimana cara menyikapi konflik yang terjadi pada masa itu.
Makalahini merupakan hasil dari tugas mandiri bagi para mahasiswa, untuk belajar dan mempelajari lebih lanjut tentang Ali Bin Abi Thalib. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menumbuhkan proses belajar mandiri kepada mahasiswa, agar kreativitas dan penguasaan materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ali bin Abi Thalib adalah khalifah ke empat dari kekhalifahan islam. Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah setelah meninggalnya khalifah Usman bin Affan dalam peristiwa pembunuhan yang terjadi dirumah khalifah Usman bin Affan. Pertama kali yang dirasakan kaum muslimin ketika mengkaji sejarah tentang Ali bin Abi Thalib adalah kerumitan-kerumitan yang menjadi tanda tanya besar. Pada waktu itu, terjadi berbagai konflik atau tepatnya fitnah di kalangan para sahabat, seperti Perang Jamal terjadi antara golongan Ali dan Aisyah dan perang Shifin terjadi antara golongan Ali dan Muawiyah. Generasi sahabat yang disebut di dalam al-Qur’an sebagai Khairu Ummah mengalami peristiwa yang benar-benar tidak terduga, bahkan oleh para sahabat di masa itu sekali pun. Hal itu menimbulkan banyak pertanyaan yang harus diselesaikan oleh kaum muslim, terutama para pengkaji sejarah Islam. Membahas khalifah Ali dalam sebuah makalah yang sederhana tidaklah akan cukup dan memuaskan. Namun, belajar dari uraian buku-buku yang kami baca, kami berusaha untuk memberikan beberapa analisa dengan menggunakan buku-buku itu, untuk kemudian menguatkan atau bahkan mengkritisi, bila memang terdapat pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan data-data sejarah yang ada. Kami bahas tentang pemerintahan Ali dan berbagai peristiwa penting yang terjadi. Di makalah ini juga, kami akan menghadirkan biografi Ali sebagai pengetahuan sepintas, sebab tidak pantas rasanya kalau kita membahas seseorang tetapi tidak mengetahui biografinya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana biografi Ali bin Abi Thalib? 2. Bagaimana proses pembai’atan Ali bin Abi Thalib? 3. Bagaimana sistem pemerintahan pada masa Ali bin Abi Thalib? 4. Apa saja kebijakan-kebijakan pada masa Ali bin Abi Thalib? 5. Peristiwa apa saja yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib? C. Tujuan dan Manfa’at 1. Tujuan a. Dapat memahami dan menjelaskan tentang biografi Ali bin Abi Thalib. b. Dapat memahami dan menjelaskan tentang proses pembai’atan Ali bin Abi Thalib. c. Dapat memahami dan menjelaskan tentang sistem pemerintahan pada masa Ali bin Abi Thalib. d. Dapat memahami dan menjelaskan tentang kebijakan-kebijakan pada masa Ali bin Abi Thalib. e. Dapat memahami dan menjelaskan tentang peristiwa yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib. 2. Manfa’at a. Memberikan tambahan ilmu yang sebelumnya masih kurang atau bahkan belum tahu sebelumnya. b. Memberikan tambahan pengetahuan yang baru. c. Memberikan bekal dalam pembuatan skripsi kelak. d. Memberikan tambaham iman dan taqwa kepada Allah. BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Ali bin Abi Thalib 1. Nama dan Nasab Ali bin Abi Thalib Ia adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf, sepupu nabi Muhammad SAW, dan suami dari pemimpin seleuruh perempuan, Fatimah binti Nabi Muhammad, serta ayah dari dua cucu beliau, al-Hasan dan al-husain. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin hasyim bin Abdu Manaf. Ia masuk islam ketika masih kecil, yaitu berumur delapan tahun.[1] 2. Istri Ali bin Thalib Semasa hidup Ali, Ia mempunya banyak istri. Wanita-wanita yang pernah menjadi istrinya adalah Fatimah binti Rasulullah SAW, Umamah binti Abul Ash, Khaulah binti Ja’far bin Qais, Laila binti Mas’ud, Ummul Banin bintu Hizam, Asma’ binti Umais, ash-Shahba binti Rabi’ah, dan Ummu Sa’id binti Urwah.[2] 3. Anak Ali bin Abi Thalib Khalifah Ali bin Thalib juga dikaruniai banyak anak, baik laki-laki maupun perempuan. Yang laki-laki al-Hasain, al-Husain, Muhammad al-Akbar, Ubaidillah, Abu Bakar, al-Abbas al-Akbar, Utsman, Ja’far al-Akbar, Abdullah, Yahya, Aun, Umar al-Akbar, Muhammad al-Ausath, dan Muhammad al-Ashghar. Adapun yang perempuan Zainab al-Kubra, Ummu Kultsum al-Kubra, Ruqayyah, Ummul Hasan, Ramlah al-Kubra, Ummu Hani’, Maimunah, Zainab ash-Shughra, Ummu Kultsum asg-Shughra, Fatimah, Umamah, Khadijah, Ummul Kiram, Ummu Salamah, Ummu Ja’far, Jumanah, dan Nafisah.[3] B. Pembai’atan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah Setelah Khalifah Usman syahid, Ali diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau menolak, namun akhirnya beliau menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata .....Sementara orang banyak datang di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka "Beliau Usman telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda Ali". Ali berkata kepada mereka "Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi wazir pembantu bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab "Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". Ali menjawab "Jika kalian tak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Ali kemudian keluar menuju masjid, dan kaum muslimin pun membaiatnya sebagai khalifah mereka.[4] Pengangkatan Khalifah Ali terjadi pada bulan Zulhijjah tahun 35 H/656 M, dan memerintah selama 4 tahun 9 bulan, menjelang pembunuhan terhadap dirinya pada bulan Ramadhan tahun 40 H/661 M. Penetapannya sebagai Khalifah ditolak antara lain oleh Mu’awiyah bin Abu Shufyan, dengan alasan Ali harus mempertanggung jawabkan tentang terbunuhnya Utsman, dan berhubung wilayah Islam telah meluas dan timbul komunitas-komunitas Islam di daerah-daerah baru, maka hak untuk menentukan pengisian jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang di Madinah saja.[5] Pada masa pemerintahan Khalifah Ali itu, perpecahan kongkrit di dalam kalangan al-Shahabi menjadi suatu kenyataan, dengan pecah beberapa kali sengketa bersenjata yang menelan korban bukan kecil. Juga pada masanya itu bermula lahir sekte-sekte di dalam sejarah dunia Islam, yakni sekte Syiah dan sekte Khawarij. Bermula sebagai kelompok-kelompok politik yang berbedaan paham dan pendirian tetapi lambat-laun berkembang menjadi sekte-sekte keagamaan, menpunyai ajaran-ajaran keagamaan tertentu di dalam beberapa permasalahan Syariat dan Aqidah. Perkambangan tersebut berlangsung beberapa puluh tahun sepeninggal Khalifah Ali ibn Abi Thalib.[6] C. Sistem Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib Sudah diketahui bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki sikap yang kokoh, kuat pendirian dalam membela yang hak. Setelah dibaiat sebagai khalifah, dia cepat mengambil tindakan. Dia segera mengeluarkan perintah yang menunujukkan ketegasan sikapnya. Langkah awal yang dilakukan khalifah Ali adalah menghidupkan kembali cita-cita Abu Bakar dan Umar, ia menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan Utsman kepada kerabat dekatnya menjadi milik negara. Ali juga melakukan pemecatan semua gubernur yang tidak disenangi oleh rakyat. Ia juga membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.[7] Ali juga memindahkan pusat kekuasaan islam ke kota Kuffah. Sejak itu berakhirlah Madinah sebagai ibukota kedaulatan islam dan tidak ada lagi khalifah yang berkuasa berdiam disana. Sekarang Ali adalah pemimipin dari seluruh wilayah islam, kecuali Suriah. Pada saat itu, Ali tidak bermukim secara tetap di Kuffah, dia pergi kesana hanya untuk menegakkan kekuasaannya, sebagaimana ditunjukkan oleh jasa pemukimannya yang ada diluar kota itu. Pada saat yang sama dia melakukan perpindahan-perpindahan untuk menegakkan kedudukannya dibeberapa propinsi didalam kerajannya.[8] D. Kebijakan Khalifah Ali bin Abi Thalib Selama Ali bin Abi Thalib memerintah , ia membuat kebijakan-kebijakan tertentu sesuai dengan situasi yang mengiringinya atau situasi yang dihadapinya, sehingga kebijakan Ali sangat berbeda dengan kebijakan sebelum-sebelumnya. Diantara kebijakan Ali bin Abi Thalib yang terkenal adalah 1. Penundaan Pengusutan Pembunuhan Utsman Setelah terbunuhnya Utsman, tuntutan para sahabat terutama yang turunan Umayyah untuk segera mengusut pembunuh Utsman juga sangat kuat. Namun menyadari kondisi pemerintahannya yang masih labil, Ali memilih untuk menunda pengusutan tersebut.[9] 2. Mengganti Pejabat dan Penataan Administrasi Diantara pemicu terjadinya fitnah di zaman Utsman adalah kecenderungan pemerintahannya yang dianggap nepotis, yang mengangkat kerabatnya untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Hal inilah antara lain yang digugat oleh kaum pemberontak. Ali segera mengambil kebijaksanaan untuk mengganti gubernur yang diangkat Utsman tersebut.[10] 3. Memberi tunjangan kepada kaum muslimin yang diambil dari baitul mal, tanpa melihat apakah masuk islam dahulu atau belakangan. 4. Mengatur tata laksana pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat. 5. Menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat Utsman. 6. Melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar.[11] E. Peristiwa-peristiwa Penting pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib 1. Perang Jamal Perang Jamal adalah peperangan yang terjadi anatara Aisyah dengan Khalifah Ali. Aisyah telah dihasut oleh anak angkatnya Abdullah bin Zubair yang sebenarnya menginginkan jabatan khalifah. Alasan perang ini karena khalifah Ali dianggap tidak mengusut pembunuhan khallifah ustman dan dianggap membiarkan kasus pembunuhan usman. Khalifah Ali berusaha supaya tidak teradi peperangan dengan melakukan perundingan akan tetapi ternyata ada pasukan Aisyah yang mengajak berperang maka perangpun tidak bisa dihindarkan. Perang Jamal terjadi pada tahun 36 H atau pada awal kekhalifahan Ali. Perang ini mulai berkecamuk setelah dzuhur dan berakhir sebelum matahari terbenam pada hari itu. Dalam peperangan ini, Ali disertai personil pasukan, sementara Pasukan Jamal berjumlah antara prajurit. Bendera Ali dipegang oleh Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, sementara bendera Pasukan Jamal dipegang oleh Abdullah bin az-Zubair.[12] Perang Jamal ini dimenangkan Ali. Kedua saingan Thalha-Zubair gugur atau terbunuh dimalam hari dan tidak diketahui siapa pembunuhnya. Sementara Aisyah kalah perang dan ditangkap. Ali dengan penuh hormat memulangkan Aisyah ke Madinah seperti biasa diperlakukan terhadap seorang “ibu negara”.[13] 2. Perang Shiffin Perang Shiffin adalah peperangan pasukan Ali melawan Mu’awiyah. Perang ini tidak berakhir dengan kalah-menang antara keduanya, tetapi hanya dengan mengamati indikasi peperangan, akan tampak kelemahan Ali kalau tidak mau kalah. Peperangan ini terjadi karena faktor politik. Dapat dikemukakan dua hal yang mempengaruhi Pertama, Ali diangkat menjadi khalifah pada tahun 656, namun Mu’awiyah jauh lebih mapan karena dua puluh tahun lebih dulu telah menjadi Gubernur Syiria; Kedua, Mu’awiyah cukup berpengalaman dan memiliki pengaruh yang mengakar, yang mampu membangun kemakmuran bagi wilayah dan penduduknya, sedangkan Ali tidak memilik kemantapan politik pada masa khilafah.[14] Perang Jamal terjadi diwilayah Shiffin, sebelah selatan Raqqah tepi barat sungai Efrat. Dalam peperangan ini, Ali membawa pasukan sebanyak orang, dan Mu’awiyah membawa tentara Suriah. Di bawah pimpinan Malik al-Asytar, pasukan Ali hampir menang ketika Amr bin Ash pemimpin pasukan Mu’awiyah yang cerdik dan licik melancarkan siasat. Salinan al-Qur’an yang dilekatkan diujung tombak terlihat diacung-acungkan, sebuah tanda yang diartikan sebagai seruan untuk mengakhiri bentrokan dan mengikuti keputusan al-Qur’an. Perang ini diakhiri dengan tahkim, tapi tahkim tidak menyelesaikan masalah, bahkan telah menimbukan perpecahan dikalangan umat Islam yang terbagi menjadi tiga kekuatan politik yaitu Mu’awiyah, Syi’ah dan Khawarij.[15] Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H 660 M, Ali dibunuh oleh salah satu anggota Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam dengan pedang beracun di dahinya yang mengenai otak.[16] 3. Perang Nahrawan Perang ini terjadi pada tahun 38 H. Sepulangnya ke Kufah, kaum Khawarij memberontak terhadapnya. Sebelumnya, mereka menolak adanya tahkim. Mereka mengatakan “tidak boleh ada hukum yang dipatuhi kecuali hukum Allah”. Mereka memprovokasi orang-orang untuk menentang Ali. Setelah itu, kaum Khawarij membunuh seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin Khabbabdan istrinya yang ketika itu sedang hamil tua. Ketika ksaus ini sampai kepada Ali, ia mengirimkan surat kepada mereka, isinya “Siapa yang menbunuh Khabbab?” Mereka menjawab “Kamilah semua yang membunuhnya”. Maka Ali pun keluar menuju tempat mereka dengan pasukan berjumlah prajurit, dan menyerang mereka di daerah Nahrawan.[17] 4. Munculnya Sekte-sekte Sebagai akibat perang Shiffin, sekte-sekte muncul secara serius pada masa Ali. Bahkan persinggungan antara faktor teologi dan politik muncul pertama kali dalam suatu percekcokan yang terjadi dikalangan pengikut Ali. Dalam sejarah umat Islam, sekte-sekte sebagai wujud perbedaan pemikiran dan ide pada pokoknya disebabkan perbedaan aspirasi politik kelompok setia Ali yang selanjutnya dinamakan Syi’ah dan kelompok eksodus yang selanjutnya dikenal dengan Khawarij, benar-benar berbeda sangat jauh. Syi’ah merupakan kelompok sayap kanan dan Khawarij adalah kelompok sayap kiri. Keduanya sama radikal dan ekstrim. Adanya imam menurut Syi’ah adalah wajib. Keharusan agama dan dunia akan hancur tanpa imam. Tetapi Khawarij mengatakan, adanya imam tidak diharuskan agama. Imam tidak perlu bila manusia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, bahkan karena imamlah manusia membuat kehancuran dengan membunuh. Kemelut yang semula menitikberatkan hal-hal politik, kini beralih pada persoalan teologi. Seperti apa yang dilontarkan Syi’ah maupun Khawarij, mempunyai konotasi dengan pembicaraan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran Islam.[18] BAB III PENUTUP A. Simpulan 1. Ali menjadi Khalifah ditunjuk oleh para sahabat. 2. Masa kekhalifahannya 35-40 H / 656-661 M 3. Memindahkan pusat pemerintahan ke Kuffah. 4. Memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman dan mengirim kepala daerah yang baru yang menggantikan 5. Menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat Utsman dengan jalan yang tidak sah. 6. Melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar. 7. Perang Jamal => Pemberontakan yang dipimpin oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah => menuntut balas atas terbunuhnya Utsman dan Ali tidak mau menghukum pembunuh Utsman. Perang dimenangkan Ali. 8. Perang Shiffin => Pemberontakan oleh Mu’awiyah. Diakhiri dengan Tahkim. 9. Perang Nahrawan => Pemberontakan oleh Khawarij. 10. 20 Ramadhan 40 H 24 Januari 661 M, Ali dibunuh Abdurrahman bin Muljam. B. Kritik dan Saran Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini hingga kami dapat mengaplikasikan kemampuan kami di dalam makalah ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen yang telah membimbing dan mengawasi proses pembuatan makalah ini, serta teman-teman yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini. Kami mohon maaf apabila didalam makalah ini terdapat beberapa kesalahan dan beberapa kekurangan. Kami sebagai penulis meminta kritik dan saran agar dalam penulisan makalah berikutnya kami bisa lebih bagus dan lebih kreatif. DAFTAR PUSTAKA al-Khamis, Utsman bin Muhammad. 2012. Hiqbah Minat Tarikh Inilah Faktanya, Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-Husain diterjemahkan Syafarudin. Jakarta Pustaka Imam Syafi’i. Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta Teras. diakses 4 April 2013 Karim, Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta Pustaka Book Publisher. Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam. Yogyakarta Teras. Sjadzali, Munawir. 1990. Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta Universitas Indonesia Press. Sou’yb, Joesoef. 1970. Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin. Jakarta Bulan Bintang. Shaban. 1993. Sejarah Islam 600-750 Penafsiran Baru. Jakarta Rajawali Pers. Sholikhin. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Semarang Rasail. Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta Raja Grafindo. [1] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Hiqbah Minat Tarikh Inilah Faktanya, Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-Husain diterjemahkan Syafarudin, Jakarta Pustaka Imam Syafi’i, 2012, cet. 2, hlm. 167. [5] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran Jakarta Universitas Indonesia Press, 1990, hlm. 28. [6] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin, Jakarta Bulan Bintang, 1979, hlm. 462-463. [7] diakses 4 April 2013 [8] Shaban, Sejarah Islam 600-750 Penafsiran Baru, Jakarta Rajawali Pers, 1993, hlm. 105. [9] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta Teras, 2011, hlm. 61 [11] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam, Yogyakarta Teras, 2012, hlm. 66. [12] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Op. Cit., hlm. 181. [13] Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta Pustaka Book Publisher, 2007, hlm. 106-107. [14] Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam, Semarang Rasail, 2005, hlm. 23-24. [15] Khoiriyah, Op. Cit., hlm. 63. [16] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta Raja Grafindo, 2003, hlm. 40. [17] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Op. Cit., hlm. 195. [18] Solikhin, Op. Cit., hlm. 29-30.0% found this document useful 0 votes17 views15 pagesOriginal TitleMAKALAH KEPEMIMPINAN ALI BIN ABI THALIBCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes17 views15 pagesMakalah Kepemimpinan Ali Bin Abi ThalibOriginal TitleMAKALAH KEPEMIMPINAN ALI BIN ABI THALIBJump to Page You are on page 1of 15 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 13 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
A Pembahasan. 1. RiwayatHidup Utsman bin Affan ( 23-35 H /646-656 M) Utsman bin Affan lahir di Thaif tahun 576 M. Enam tahun setelah peristiwa gajah (al-fil). Lima tahun lebih muda dari Rasulullah. Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abu Al-'Ash bin Umayyah bin Abdi Manaf bin Qushi bin Kilab 1. Nama panggilannya Abu Abdullah dan bergelar90% found this document useful 10 votes10K views10 pagesDescriptionSejarah IslamCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?90% found this document useful 10 votes10K views10 pagesMakalah Ali Bin Abi ThalibJump to Page You are on page 1of 10 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 9 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Selama perkembangan agama islam, ada banyak tokoh dan sahabat Rasulullah yang ikut berperan dalam menyebarkan agama islam dan menegakkan agama Allah SWT di dunia ini baca dunia menurut islam dan sejarah agama islam. Beberapa tokoh yang sangat berpengaruh pada masa itu diantaranya adalah para khulafaur rasyidin. Siapa yang tidak kenal dengan tokoh muslim yang satu in? Ya, nama Ali Bin Abi Thalib pastinya dikenal oleh setiap umat islam didunia ini karena beliau adalah salah satu khalifah dijaman Nabi Muhammad SAW dan menjabat setelah beliau dan ketiga khalifah sebelumnya wafat. Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Rasul yang berpengaruh bagi islam. Untuk mengetahui dengan lebih jelasnya, mari kita simak sejarah hidup Ali bin Abi Thalib berikut ini. baca kisah teladan Nabi Muhammad SAW dan kisah abu Bakar Ash ShiddiqKelahiran dan Masa KecilAli Bin Abi Thalib masih berkerabat dekat dengan Rasulullah SAW. Beliau adalah sepupu Nabi Muhammad SAW atau putra dari pamannya Abu Thalib. Ali bin abi Thalib lahir dikota Mekah tepatnya didaerah yang disebut sebagai Hijaz pada tanggal 13 rajab baca keutamaan puasa rajab. Beliau lahir dari seorang ibu yang bernama Fatimah Binti Asad. Beberapa kalangan ulama berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib lahir pada tahun ke 10 sebelum Nabi Muhammad SAW memulai kenabiannya atau pada sekitar tahun 599 atau 600 Masehi . Pada saat lahir, sebenarnya Ali bin Abi Thalib bernama Haydar bin Abu Thalib yang artinya singa dari keluarga Abu Thalib, namun Rasulullah SAW tidak begitu menyukai nama tersebut dan beliau SAW memanggilnya dengan nama Ali yang memiliki arti “yang tinggi derajatnya disisi Allah”.Masuk Islamnya Ali bin Abi ThalibKarena Nabi Muhammad SAW tidak memiliki putra atau anak laki-laki pada saat itu, maka paman nabi, Abu Thalib menyerahkan Ali bin Abi Thalib pada beliau SAW dan istrinya Khadijah RA untuk diasuh saat usianya 6 tahun baca istri-istri nabi muhammad SAW dan cara mendidik anak dalam islam. Akhirnya Rasul mengasuh Ali bin Abi Thalib hingga ia dewasa dan Rasul mengajarkannya banyak hal. Ali bin Abi Thalib juga merupakan orang pertama yang masuk islam sebelum sahabat-sahabat lainnya. Ia mengakui kenabian Muhammad SAW saat usianya masih kecil atau sekitar 10 tahun. Meskipun masih kecil, Ali sudah mengenal islam dengan baik dan beberapa kalangan ulama menyebutnya sebagai orang kedua yang masuk islam setelah Khadijah RA. baca juga keutamaan Aisyah istri Rasulullah SAW Masa Remaja dan DewasaMasa remaja Ali bin Abi Thalib dihabiskan bersama Rasulullah dan menimba ilmu dalam islam. Sejak Ali bin Abi Thalib masih muda, ia banyak melakukan hal-hal bersama Rasulullah termasuk mengikuti perang untuk membela agama islam baca hukum menuntut ilmu dan ilmu pendidikan islam. Ketika Ali bin Abi Thalib beranjak dewasa ia dinikahkan dengan puteri Rasulullah SAW, Fatimah dan kemudian mereka memiliki empat orang anak dari pernikahannya yakni Hasan, Husein, Zainab dan Ummu menerima Ali bin Abi Thalib sebagai menantunya, Rasul pernah menolak lamaran sahabat yang dikenal kaya dan memiliki jabatan kala itu yakni sahabat Abu Bakar Ash shiddiq dan juga Umar Bin Khatab. Saat itu Rasul menolak pinangan kedua sahabat tersebut karena malaikat Jibril datang kepada Muhammad SAW dan mengabarkan bahwa Ali lah yang akan menikah dengan Fatimah Az zahra putrinya. Menurut pendapat ulama, Ali menikahi Fatimah saat usianya 18 tahun dan fatimah berusia 14 atau 15 tahun Wallahu A’lam Bisshawab dan mereka menikah setelah peristiwa perang Badar terjadi. baca hukum pernikahan dalam islam dan persiapan pernikahan dalam islamKeberanian Ali Bin Abi ThalibSelain dikenal akan kebaikan sifat dan pribadinya, Ali juga dikenal pemberani. Dikisahkan ketika Rasul akan pergi berhijrah dengan Abu Bakar Ash Shiddiq, Ali bin Abi Thalib menggantikan beliau SAW untuk tidur diranjangnya padahal saat itu kaum kafir Quraisy berniat untuk mencelakai Nabi Muhammad SAW. Tidak hanya itu, banyak peperangan yang telah diikuti oleh Ali bin Abi Thalib bersama Rasulullah SAW diantaranya adalah perang badar, perang khandak, perang khaibar dan peperangan lainnya kecuali perang Tabuk karena saat terjadinya perang Tabuk, Ali sedang menggantikan posisi Rasulullah SAW untuk menjaga kota Madinah Al Munawarah dari serangan musuh. Kita juga mengetahui bahwa Ali bin Abi Thalib berhasil mengahancurkan benteng khaibar pada perang khaibar dan juga membunuh musuh termasuk Amar bin Abdi Wud pada perang Kekhalifahan Ali Bin Abi ThalibSetelah Rasullulah SAW wafat maka kepemimpinan umat islam dipegang oleh Khulafair Rasyidin. Setelah peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, masyarakat Arab kemudian meminta dan membaiat Ali bin Abi Thalib untuk menjadi pemimpin bagi mereka namun ada beberapa kalangan yang tidak menyukai hal tersebut termasuk keluarga Utsman bin Affan dan kerabatnya karena jika Ali memimpin maka mereka tidak lagi bisa hidup senang dan nyaman sebagaimana saat kepemimpinan Utsman bin Affan yang cenderung mudah dan lunak. Kepemimpinan Ali adalah layaknya kepemimpinan Umar bin Khatab yang keras dan disiplin. Ada beberapa hal yang dilakukan Ali saat masa pemerintahannya yang berlangsung selama lima tahun yakni dari tahun 656 – 661 M, antara lainMenghapus nepotisme yang kala itu banyak terjadi dalam lingkungan pejabat atau gubernur yang berkuasa kala kepemimpinan Utsman bin Affan dan menunjuk pejabat baru untuk kembali semua tanah yang telah dihibahkan oleh Utsman bin Affan kepada para pengaruh islam didaerah-daerah yang telah ditaklukkan oleh khalifah sebelumnya antara lain di kawasan Persia dan afrika Utara. baca perkembangan islam dan sejarah islam di Arab SaudiPada masa kekhalifan Ali bin Abi Thalib juga terjadi kerusuhan dan perang saudara antar umat muslim. Saat itu disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib berperang melawan Aisyah RA yang dihasut oleh beberapa orang diantaranya Abdullah bin Zubair dan Thalhah. Perang tersebut dikenal sebagai perang jamal. Selain itu perang lainnya yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib adalah perang Shiffin dimana Ali berperang dengan Muawiyah bin Abu Ali Bin Abi ThalibAli bin Abi Thalib wafat saat usianya menginjak 63 tahun dan diketahui bahwa beliau meninggal karena dibunuh oleh Abdurrahman Bin Muljam yang merupakan anggota dari Khawarijmi atau kaum pembangkang pada tanggal 19 ramadhan, dan akhirnya Ali bin Abi Thalib RA menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan pada tahun ke 40 Bin Abi Thalib adalah sahabat Rasul yang memiliki kedudukan di sisi Allah SWT, sebagai seorang muslim tentunya kita harus mengetahui sejarahnya dan meniru kebaikan akhlak dan budi pekertinya. baca cara meningkatkan akhlak terpuji
Makalah Biografi Ali Bin Abi Thalib BAB I PENDAHULUAN Ali adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib dan Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Qursyiah al-Hasyimiah. Ali merupakan sepupu dan juga menantu dari Rasulullah SAW yaitu suami dari puteri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra. Ali masuk Islam tatkala usianya belum mencapai 10 tahun. Dengan demikian, Ali adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Nabi Muhammad SAW semenjak kecil diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Kemudian setelah kakeknya meninggal beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Karena hasrat hendak menolong dan membalas jasa kepada pamannya, maka beliau mengasuh dan mendidik Ali. Pengetahuan agamanya amat luas. Karena kedekatannya dengan Rasulullah, beliau termasuk orang yang banyak meriwayatkan Hadits Nabi. Beliau juga terkenal dengan keberaniannya dan hampir diseluruh peperangan yang dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa berada dibarisan depan. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau selalu mengajak Ali untuk memusyawarahkan masalah-masalah penting. Begitu pula Umar bin Khathab tidak mengambil kebijaksanaan atau melakukan tindakan tanpa musyawarah dengan Ali. Utsmanpun pada masa permulaan jabatannya dalam banyak perkara selalu mengajak Ali dalam permusyawaratan. Demikian pula, Ali juga tampil membela Utsman ketika berhadapan dengan pemberontak. Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutthalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, hari Jum’at pada tanggal 13 Rajab tahun 602 M atau 10 tahun sebelum kelahiran Islam. Usianya 32 tahun lebih muda dari Rasulullah SAW. BAB II PEMBAHASAN A. BIOGRAFI ALI BIN ABI THALIB Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hijaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 perkiraan. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Rasulullah SAW masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Rasulullah SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Rasulullah SAW terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi derajat di sisi Allah. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Rasulullah SAWkarena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Rasulullah SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad. Ketika Rasulullah SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada saat itu Ali berusia sekitar 10 tahun. Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Rasulullah SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Rasulullah dan mengawinkannya dengan putri Beliau yang bernama Fatimah. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Rasulullah khusus kepada Ali tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain. Bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Rasulullah harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari Rasulullah SAW kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir exterioratau syariah dan bathin interior atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak, fasih dalam berbicara, dan salah satu orang yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah SAW. Selain itu Ali adalah orang yang sangat berani dan perkasa dan selalu hadir pada setiap peperangan karena itu dia selalu berada di barisan paling depan pada setiap peperangan yang dipimpin Rasulullah. B. BAIAT ALI BIN ABI THALIB SEBAGAI KHALIFAH Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya. Ali dibai’at di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya Utsman bin Affan, pertentangan dan kekacauan , serta kebingungan umat Islam Madinah. Sebab, kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu per satu yang ada di kota Madinah, seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar bin Khaththab agar bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi khalifah. Ali didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Namun, Ali menolak. Sebab, Ali menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah massa mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai’at menjadi khalifah. Ali dibai’at oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshar serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti Abdullah bin Umar bin Khaththab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi Waqqash, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di Madinah tidak mau ikut membai’at Ali. Abdullah dan Saad misalnya bersedia membai’at kalau seluruh rakyat sudah membai’at. Mengenai Thalhah dan Zubair, mereka membai’at secara terpaksa. Mereka bersedia membai’at jika nanti mereka diangkat menjadi gubernur di Kufah dan Bashrah. Dengan demikian, Ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak barada di kota Madinah, mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru, dan wilayah Islam sudah meluas ke luar kota Madinah sehingga umat Islam tidak hanya berada di tanah Hejaz Mekkah, Madinah, dan Thaif, tetapi sudah tersebar Jazirah Arab dan di luarnya. Salah seorang tokoh yang menolak untuk membai’at Ali dan menunjukkan sikap konfrontatif adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan, keluarga Utsman dan Gubernur Syam. Alasan yang dikemukakan karena menurutnya Ali tidak bertanggung jawab dan tidak menindaklanjuti pencarian pelaku atas pembunuhan Utsman tetapi malah mengutamakan pemerintahannya. Pada hari Jum’at di Masjid Nabawi, mereka melakukan pembai’ pelantikan selesai, Ali menyampaikan pidato visi politiknya dalam suasana yang kurang tenang di Masjid Nabawi. Setelah memuji dan mengagungkan Allah, selanjutnya Ali berkata“Sesungguhnya Allah telah menurunkan Kitab sebagai petunjuk yang menjelaskan kebaikan dan keburukan. Maka ambillah yang baik dan tinggalkan yang buruk. Allah telah menetapkan segala kewajiban, kerjakanlah! Maka Allah menuntunmu ke surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal-hal yang haram dengan jelas, memuliakan kehormatan orang muslim dari pada yang lainnya, menekankan keikhlasan dan tauhid sebagai hak muslim. Seorang muslim adalah yang dapat menjaga keselamatan muslim lainnya dari ucapan dan tangannya. Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan alasan yang dibenarkan. Bersegeralah membenahi kepentingan umum, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu dimintai pertanggungjawaban tentang apa saja, dari sejengkal tanah hingga binatang ternak. Taatlah kepada Allah jangan mendurhakai-Nya. Bila melihat kebaikan ambillah, dan bila melihat keburukan tinggalkanlah.” “Wahai manusia, kamu telah membai’at saya sebagaimana yang kamu telah lakukan terhadap khalifah-khalifah yang dulu daripada saya. Saya hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi, jika pilihan telah jatuh, penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat, teguh, dan rakyat harus tunduk dan patuh. Bai’at terhadap diri saya ini adalah bai’at yang merata dan umum. Barang siapa yang mungkir darinya, terpisahlah dia dari agama Islam.” C. AKHIR PEMERINTAHAN ALI BIN ABI THALIB Dengan terjadinya berbagai pemberontakan dan keluarnya sebagian pendukung Ali, menyebabkan banyak pengikut Ali gugur dan berkurang serta dengan hilangnya sumber kemakmuran dan suplai ekonomi khalifah dari Mesir karena dikuasai oleh Muawiyah menjadikan kekuatan Khalifah menurun, sementara Muawiyah makin hari makin bertambah kekuatannya. Hal tersebut memaksa Khalifah untuk menyetujui perdamaian dengan Muawiyah. Perdamaian antara Khalifah dengan Muawiyah, makin menimbulkan kemarahan kaum Khawarij dan menguatkan keinginan untuk menghukum orang-orang yang tidak disenangi. Karena itu mereka bersepakat untuk membunuh Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari. Namun mereka hanya berhasil membunuh Ali yang akhirnya meninggal pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40 H./661M, oleh Abdurrahman ibn Muljam, salah seorang yang ditugasi membunuh tokoh-tokoh tersebut. Sedangkan nasib baik berpihak kepada Mu’awiyah dan Amr bin Ash, mereka berdua luput dari pembunuhan tersebut. Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan tentaranya lemah, sementara Mu’awiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H 661 M, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah ’am jama’ah. Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa’ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam. D. Wafatnya Khalifah Ali Bin Abi Thalib Ali wafat di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarijpembangkang saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah, Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf. DAFTAR PUSTAKA A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1982. Asghar Ali Engineer, Asal Usul dan Perkembangan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999 Budhi Munawwar Rachman, Ensiklopedi Nur Cholish Majid, Mizan, Jakarta, 2006 Hadariansyah, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, Antasari Press, Banjarmasin, 2008. Hasan, As’ari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah, Citapustaka Media, Bandung, 2006 Marshall GS Hudgson, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Islam, Terj. Mulyadi Kartanegara, Paramadina, Jakarta, 1999, Sou’yb Jousouf, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta, Bulan Bintang, 1979 Syeikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Islam Sepanjang Sejarah, Terj. Khoiril Amru Harahap, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007j256PHU.